Ingin Foto Lebih Kuat? Jangan Lebih dari 3 Subjek Utama!



Saat ada waktu senggang, saya iseng-iseng 'meneliti' karya para fotografer dalam buku 'The Great Life Photographer' (Thames&Hudson: 2010). Buku setebal 608 halaman tersebut berisi tidak kurang dari 560 foto dari 99 fotografer top yang pernah mejeng di majalah Life. Kebanyakan bergenre foto peristiwa, portrait, olahraga dan beberapa fine art.

Yang menjadi fokus perhatian yaitu jumlah subjek utama dalam setiap foto. Subjek itu berupa orang atau sekumpulan orang, grafis, warna, adegan, benda mati, hewan, cahaya, teks, atau apapun yang dominan dan menjadi point of interest.

Hasilnya, 14,4% (81 foto) menggunakan subjek tunggal, 35,7% (200 foto) menceritakan 2 subjek utama. Sisanya, 197 foto (35,1%) dengan 3 subjek dan 82 foto (14,6) berisi lebih dari 3 subjek dalam satu frame.

Foto dengan subjek tunggal didominasi foto portrait sehingga tidak membutuhkan elemen lain dalam foto tersebut. Foto dengan dua subjek banyak memanfaatkan teknik layer foreground-background, aktifitas subjek dengan 'objek' lain maupun subjek dengan penanda lokasi.



Foto dengan 3 point of interest terdiri dari subjek utama dan subjek kedua. Lalu diperkuat oleh subjek ketiga berupa penanda tempat, teks, grafis, simbol, dan elemen fotografis lain yang sifatnya atributif atau dekoratif.

Bagaimana dengan foto-foto dengan 4 subjek utama atau lebih? Foto tersebut didominasi oleh foto orang dengan jumlah banyak (group foto), perspektif, dan pattern. Juga foto-foto peristiwa yang menghadirkan beberapa adegan. Selain itu, pilihan foto olahraga dan foto-foto yang bersifat kolosal turut pula menghadirkan subjek jamak.



Belajar dari hasil tersebut, terlihat untuk membuat foto yang kuat, yang mampu mengontrol audiens itu simpel. Jangan terlampau banyak subjek dalam sebuah foto. Sebab jika terlampau ramai, masing-masing elemen akan berebut pengaruh sehingga karakter, cerita dan foto menjadi lemah dan kurang strong.

Misalkan saat bepergian ke sebuah tempat baru yang sangat memukau, colorful dan fotogenik. Pada momen seperti itu, Anda akan menemukan banyak elemen fotografi yang menarik. Namun tetaplah cool, konsentrasi dan jangan hilang fokus lantaran banyaknya elemen yang fotogenik.

Supaya situasi tetap terkontrol, tips pertama yakni dengan melakukan pengamatan. Simak aura tempat tersebut dengan mata telanjang tanpa harus memotretnya terlebih dahulu. Nikmati momen dan tempat tersebut dengan cara Anda sendiri-sendiri. Pada saat bersamaan, berfikirlah tentang kemungkinan spot, angle, komposisi hingga penokohan atau subjek cerita.



Kedua, tentukan sesuatu yang paling menarik di sana. Artinya mulailah membuat prioritas secara fotografik. Sebab, sesuatu yang menarik dari mata telanjang belum tentu menarik dari balik lensa. Begitupula sebaliknya, bukan?

Ketiga, kerucutkan menjadi kerangka cerita yang saling mendukung. Apakah cukup dengan subjek tunggal atau jamak. Mana yang bakal menjadi subjek utama dan siapakah yang bakal menjadi 'aktor' pendukung. Perlukah memperkaya dengan elemen fotografi lain yang sifatnya atributif ataukah tidak.

Keempat, jepretlah dengan cerdik. Yakni dengan sudut pengambilan gambar yang kreatif dengan memperhatikan komposisi dan kekuatan subjek utama. Perhatikan pula arah cahaya, bayangan, momen, tekstur atau apapun yang bakal memperkuat penokohan dalam foto tersebut.



Kelima, koreksi di komputer. Anda bisa memotong (cropping), menggelapkan (burning), maupun membuat lebih terang (dodging) pada bagian-bagian yang diperlukan untuk mengurangi atau memperkuat karakter subjek. Bagi yang menyukai manipulasi gambar, bisa menambahkan atau menghilangkan elemen foto supaya hasilnya lebih menarik dan terkontrol.

Contohnya ketika saya berjalan-jalan di kawasan Haji Lane yang dipenuhi mural dan displai toko yang colorful. Saya langsung menyortir apa saja yang menarik, membuat skala prioritas dan menentukan subjek utama. Metode tersebut saya terapkan pula di sejumlah tempat untuk menghasilkan foto-foto yang kuat, konsisten dan mempunyai aroma yang kuat.

Jika kurang tepat, saya melakukan croping seperlunya atau olah digital sebatas teknik kamar gelap sampai ketemu komposisi rasa yang saya kehendaki.

Penasaran? Mari mencoba.